Berikut ini tabel Perbedaan antara kontraktor dengan pemborong yang dikenal sebagian
masyarakat :
KARAKTERISTIK USAHA
|
KONTRAKTOR (PERUSAHAAN)
|
PEMBORONG (PERORANGAN)
|
Sifat usaha
|
Perorangan dan badan usaha
|
Lebih berupa usaha Perorangan
|
Legalitas usaha
|
Perusahaan yang memiliki ijin usaha dan Berbadan hukum Seperti
CV, PT, coorporation, dsb
|
Umumnya tidak memiliki ijin usaha dan bukan merupakan
perusahaan yang berbadan hukum
|
Tingkat pendidikan
terakhirRata-rata Pelaku usaha
|
Universitas/akademi
|
Sekolah Menengah Pertama (SMP/SLTP)
|
Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga (AD&ART) perusahaan
|
Umumnya memiliki AD&ART perusahaan yang mengatur mekanisme
Usahanya
|
Karena tidak berbadan hukum maka tidak memiliki AD&ART
|
Kantor Resmi usaha
|
Umumnya memiliki kantor resmi
|
Tidak memilliki kantor resmi
|
Pengelola/Karyawan/staf
usaha
|
Biasanya Lebih dari 1 orang yang terdiri atas :
Ceo/Owner/Direksi/manejer umum sebagai pimpinan usaha, serta
karyawan-karyawan yang memiliki tugas dan bagiannya masing-masing dalam
urusan-urusan perusahaan sesuai posisinya masing-masing dalam perusahaan
|
Kebanyakan pemborong hanya usaha yang bersifat perorangan, dan
mengelola semua urusan usahanya secara individu, tanpa dibantu/ memiliki
karyawan yang membantu urusan usahanya
|
Struktur
oganisasi/kelembagaan
|
Memiliki struktur organisasi dan rantai kerja (rantai komando)
yang jelas
|
Tidak memiliki struktur organisasi yang jelas
|
Fasilitas penunjang
usaha
|
Umumnya memiliki fasilitas penunjang usaha yang cukup memadai
seperti, Ruang kantor, sarana kantor (ATK), sarana Telekomunikasi dan
multimedia, kendaraan kantor, kendaraan, peralatan proyek lengkap,
proyek,gudang, bengkel kerja, dsb
|
Umumnya sangat minim Fasilitas penunjang usahanya, dan lebih
banyak menggunakan fasilitas sewaan
|
Surat ijin usaha
(SIUP)
|
Memiliki Surat Ijin Usaha (SIUP)
|
Tidak memiliki surat ijin usaha SIUP
|
Nomor Induk Wajib
Pajak (NPWP)pribadi & perusahaan
|
Karena memiliki badan hukum resmi Umumnya memiliki Nomor
Induk Wajib Pajak (NPWP)pribadi & perusahaan
|
Karena tidak berbadan hukum resmi Umumnya tidak memiliki Nomor
Induk Wajib Pajak (NPWP)perusahaan
|
Rekening usaha
|
Umumnya memiliki
|
Umumnya tidak memiliki
|
Sistem Manajemen
usaha
|
Biasanya sudah memiliki system manajemen usaha yang lebih
Profesional,terencana, sistematis, terarah, dan memilik program usaha
berkesinambungan
|
Umumnya usaha dikelola secara sederhana dan system manajemen
yang kurang professional, dan tidak memiliki program yg berkesinambungan
|
Formalitas kerja
|
Lebih formal dan rutin
|
Kurang formal
|
Sistem perencanaan
proyek
|
Umumnya Lebih professional dan sistematis, biasanya melalui
proses kajian proyek, analisa, melalui gambar arsitektual, gambar kerja, dan
perhitungan Rencana Anggaran Biaya yang menghasilkan perencanaan proyek
yang matang dan cukup akurat
|
Kebanyakan Perencanaan seadanya, Hanya melalui perhitungan
sederhana, kurang sistematis dan kurang akurat
|
Wawasan &
pengetahuan mengenai Teknik Sipil
|
Rata-rata cukup menguasai, atau memiki staf atau konsultan
yang khusus membidangi dalam urusan Teknik sipil
|
Rata-rata kurang menguasai
|
Kemampuan menyusun
Rencana Anggaran Biaya (RAB)
|
kebanyakan menguasai, atau memiki staf yang khusus membidangi
urusan Penyusunan RAB proyek
|
Kebanyakan tidak menguasai
|
Kemampuan membuat
Gambar Arsitektural (3Dimensi, Bestek, dsb.)
|
Sebagian menguasai atau memiki staf yang khusus membidangi
urusan pembuatan gambar-gambar Arsitektural
|
Kebanyakan tidak menguasai
|
Tingkat apresiasi
mengenai estetika dan kelayakan bangunan
|
Umumnya cukup baik
|
Umumnya kurang
|
Sistem penunjukan
Proyek
|
Umumnya kontraktor menginginkan penunjukan proyek harus
melalui kontrak atau Surat Perintah Kerja(SPK) agar memiliki aturan jelas
menjamin hak dan kewajiban kontraktor maupun pemilik proyek guna menghindari,
konflik dan permasalahan hukum yang muncul di kemudian hari
|
Kebanyakan tidak mementingkan surat kontrak maupun SPK,
sebagian besar tidak memahami mengenai Kontrak maupun SPK, sebagian lainnya
malah menghindarinya karena kekurang fahaman mengenai pentingnya hal tersebut
|
Capital, Asset,
modal usaha
|
Memiliki Capital, Asset, modal usaha sendiri yang cukup
memadai sesuai kapasitas layanan usahanya, sehingga memiliki back up dana
untuk mendanai modal awal proyek, untuk menalangi/ menutupi pendanaan apabila
ada keterlambatan pencairan dana dari pemilik proyek dan yang
terpenting lagi untuk menutupi over head dan defisit dalam anggaran proyek
yang ada
|
Jarang yang memiliki Capital, Asset, modal usaha sendiri
biasanya hanya semata mengandalkan kucuran dana dari pemilik proyek, dan
biasanya kesulitan sekali jika dana dari pemilik proyek
terlambat, dan jika mengalami over head atau defisit dalam anggaran
proyek sehingga seringkali meminta kucuran dana yang belum waktunya,atau
bahkan meminta pembayaran lebih kepada pemilik proyek dari nilai yang telah
disepakati di awal apabila mengalami defisit
|
Tingkat komitmen
dalam kontrak
|
Rata-rata cukup tinggi, karena disamping dituntut harus
melaksanakan proyek berdasarkan kontrak hitam diatas putih/yang berkekuatan
hukum, juga untuk membangun kepercayaan yang baik dari masyarakat terhadap
usahanya, sehingga mengharuskannya berkomitmen penuh terhadap semua kontrak
untuk membentuk imej usaha yang baik
|
Rata-rata kurang memiliki komitmen, karena penunjukan nya
sebagai pelaksana proyek jarang melalui Kontrak atau SPK, penunjukan
dan kesapakatan lebih banyak hanya secara lisan, sehingga tidak memiliki
bukti hukum yang kuat secara tertulis, hal ini dapat menciptakan celah bagi
munculnya konflik dan pelanggaran
|
Rata-rata Rasio
perbandingan terjadinya Konflik/ permasalahan dengan costumer/pemilik proyek
|
*Rata-rata Rasio 10 : 3
|
*Rata-rata Rasio 4 : 3
|
Rata-rata Tingkat
kepercayaan pemilik proyek
|
*70%
|
*30%
|
Rata-rata tingkat
pertumbuhan usaha
|
*20%
|
*Kurang dari 5%
|
*data merupakan hasil perbandingan rata-rata
yang diambil dari berbagai sumber
Tabel
data perbandingan diatas tidak bermaksud mendiskreditkan para pelaku penyedia
jasa kontruksi perorangan / pemborong dan data tersebut memang tidak juga
bisa di jadikan dasar penilaian yang pasti bahwa umumnya kontaktor memang pasti
selalu demikian dan Umumnya pemborong memang pasti selalu seperti itu.
Karena
Ada pula perusahaan kontraktor yang tidak sekualified seperti yang disebutkan
diatas atau biasa di sebut dengan "kontraktor nakal" yakni kontraktor
yang hanya mengincar sebesa-besarnya keuntungan proyek semata sementara
pelaksanaan proyeknya sendiri sering di terlantarkan bahkan di tinggal
"kabur" dan lari dari pertanggung jawaban proyeknya.
kontraktor yang seperti ini
tidak lah pantas disebut kontraktor, tapi lebih pantas di juluki sebagai "calo/makelar proyek", padahal ada juga pemborong perorangan yang kinerjanya lebih baik
dan professional daripada kontraktor kebanyakan, tapi ya itu pemborong
perorangan yang bermental dan berkinerja positif seperti itu “ada tapi Langka”
agak sulit menemukannya.kontak kami jika anda ingin
terhindar dari kontraktor "nakal".
Demikian artikel : perbedaan kontraktor dan pemborong (part. 1- part 3)seperti ibarat kata pepatah: "tak ada gading yang tidak retak" maka mohon maaf jika kesalahan dalam penulisan dan data-data yang di paparkan, juga apabila ada pihak-pihak yang merasa di singgung disini. tulisan ini dibuat tidak bermaksud mendiskreditkan pihak manapun namun semata-mata untuk menambah wawasan pemirsa, semoga tulisan ini bermanfaat.(Egi Masna)